Upacara Adat Aruh Baharin, Upacara Adat Maccera Tasi, Upacara Adat Mallasung Manu, Upacara Adat Babalian Tandik - Kalimantan Selatan
Upacara Adat Aruh Baharin
Lima balian (tokoh adat) yang memimpin
upacara ritual ,berlari kecil sambil membunyikan gelang hiang (gelang
terbuat dari tembaga kuningan) mengelilingi salah satu tempat pemujaan
sambil membaca mantra, Dihadiri warga Dayak sekitarnya.
Prosesi adat ini dikenal dengan Aruh Baharin, pesta syukuran yang dilakukan gabungan keluarga besar yang berhasil panen padi di pahumaan (perladangan) . Upacara Adat Aruh Baharin, Pesta yang berlangsung tujuh hari itu terasa sakral karena para balian yang seluruhnya delapan orang itu setiap malam menggelar prosesi ritual pemanggilan roh leluhur untuk ikut hadir dalam pesta tersebut dan menikmati sesaji yang dipersembahkan.
Prosesi adat ini dikenal dengan Aruh Baharin, pesta syukuran yang dilakukan gabungan keluarga besar yang berhasil panen padi di pahumaan (perladangan) . Upacara Adat Aruh Baharin, Pesta yang berlangsung tujuh hari itu terasa sakral karena para balian yang seluruhnya delapan orang itu setiap malam menggelar prosesi ritual pemanggilan roh leluhur untuk ikut hadir dalam pesta tersebut dan menikmati sesaji yang dipersembahkan.
Upacara Adat Aruh Baharin, Prosesi
berlangsung pada empat tempat pemujaan di balai yang dibangun sekitar 10
meter x 10 meter. Prosesi puncak dari ritual ini terjadi pada malam
ketiga hingga keenam di mana para balian melakukan proses batandik
(menari) mengelilingi tempat pemujaan. Para balian seperti kerasukan
saat batandik terus berlangsung hingga larut malam dengan diiringi bunyi
gamelan dan gong.
Untuk ritual pembuka, disebut Balai
Tumarang di mana pemanggilan roh sejumlah raja, termasuk beberapa raja
Jawa, yang pernah memiliki kekuasaan hingga ke daerah mereka.
Selanjutnya, melakukan ritual Sampan Dulang atau Kelong. Ritual ini memanggil leluhur Dayak, yakni Balian Jaya yang dikenal dengan sebutan Nini Uri. Berikutnya, Hyang Lembang, ini proses ritual terkait dengan raja- raja dari Kerajaan Banjar masa lampau.
Para balian itu kemudian juga melakukan ritual penghormatan Ritual Dewata, yakni mengisahkan kembali Datu Mangku Raksa Jaya bertapa sehingga mampu menembus alam dewa. Sedangkan menyangkut kejayaan para raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau pulau dilakukan dalam prosesi Hyang Dusun.
Selanjutnya, melakukan ritual Sampan Dulang atau Kelong. Ritual ini memanggil leluhur Dayak, yakni Balian Jaya yang dikenal dengan sebutan Nini Uri. Berikutnya, Hyang Lembang, ini proses ritual terkait dengan raja- raja dari Kerajaan Banjar masa lampau.
Para balian itu kemudian juga melakukan ritual penghormatan Ritual Dewata, yakni mengisahkan kembali Datu Mangku Raksa Jaya bertapa sehingga mampu menembus alam dewa. Sedangkan menyangkut kejayaan para raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau pulau dilakukan dalam prosesi Hyang Dusun.
Pada ritual-ritual tersebut, prosesi yang
paling ditunggu warga adalah penyembelihan kerbau. Kali ini ada 5
kerbau. Berbeda dengan permukiman Dayak lainnya yang biasa hewan utama
kurban atau sesaji pada ritual adat adalah babi, di desa ini justru
hadangan atau kerbau.
warga dan anak-anak berebut mengambil
sebagian darah hewan itu kemudian memoleskannya ke masing-masing badan
mereka karena percaya bisa membawa keselamatan. Daging kerbau itu
menjadi santapan utama dalam pesta padi tersebut.
”Baras hanyar (beras hasil panen) belum
bisa dimakan sebelum dilakukan Aruh Baharin. Ibaratnya, pesta ini kami
bayar zakat seperti dalam Islam,” kata Narang.
Sedangkan sebagian daging dimasukkan ke
dalam miniatur kapal naga dan rumah adat serta beberapa ancak (tempat
sesajian) yang diarak balian untuk disajikan kepada dewa dan leluhur.
Menjelang akhir ritual, para balian
kembali memberkati semua sesaji yang isinya antara lain ayam, ikan
bakar, bermacam kue, batang tanaman, lemang, dan telur. Ada juga
penghitungan jumlah uang logam yang diberikan warga sebagai bentuk
pembayaran ”pajak” kepada leluhur yang telah memberi mereka rezeki.
Selanjutnya, semua anggota keluarga yang
menyelenggarakan ritual tersebut diminta meludahi beberapa batang
tanaman yang diikat menjadi satu seraya dilakukan pemberkatan oleh para
balian. Ritual ini merupakan simbol membuang segala yang buruk dan
kesialan.
Akhirnya sesaji dihanyutkan di Sungai
Balangan yang melewati kampung itu. Bagi masyarakat Dayak, ritual ini
adalah ungkapan syukur dan harapan agar musim tanam berikut panen padi
berhasil baik.
lokasi terletak sekitar 250 kilometer utara Banjarmasin ,Desa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. (Aruh Baharin, Pesta Padi Dayak Halong kompas.com)
lokasi terletak sekitar 250 kilometer utara Banjarmasin ,Desa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. (Aruh Baharin, Pesta Padi Dayak Halong kompas.com)
Upacara Adat Maccera Tasi
Upacara Adat Macceratasi merupakan
upacara adat masyarakat nelayan tradisional di Kabupaten Kota Baru,
Kalimantan Selatan. Upacara ini sudah berlangsung sejak lama dan terus
dilakukan secara turun-temurun setiap setahun sekali. Beberapa waktu
lalu, upacara ini kembali digelar di Pantai Gedambaan atau disebut juga
Pantai Sarang Tiung.
Prosesi
utarna Macceratasi adalah penyembelihan kerbau, kambing, dan ayam di
pantai kemudian darahnya dialirkan ke laut dengan maksud memberikan
darah bagi kehidupan laut. Dengan pelaksanaan upacara adat ini,
masyarakat yang tinggal sekitar pantai dan sekitarnya, berharap
mendapatkan rezeki yang melimpah dari kehidupan laut.
Kerbau, kambing, dan ayam dipotong.
Darahnya dilarungkan ke laut. Itulah bagian utama dari prosesi Upacara
Adat Macceratasi. Kendati intinya hampir sama dengan upacara laut yang
biasa dilakukan masyarakat nelayan tradisional lainnya. Namun upacara
adat yang satu ini punya hiburan tersendiri.
Sebelum Macceratasi dimulai terlebih
dahulu diadakan upacara Tampung Tawar untuk meminta berkah kepada Allah
SWT. Sehari kemudian diadakan pelepasan perahu Bagang dengan memuat
beberapa sesembahan yang dilepas beramai-ramai oleh nelayan bagang, baik
dari Suku Bugis, Mandar maupun Banjar. Keseluruhan upacara adat ini
sekaligus melambangkan kerekatan kekeluargaan antarnelayan.
Untuk meramaikan upacara adat ini,
biasanya disuguhkan hiburan berupa kesenian hadrah, musik tradisional,
dan atraksi pencak silat. Usai pelepasan bagang, ditampilkan atraksi
meniti di atas tali yang biasa dilakukan oleh lelaki Suku Bajau. Atraksi
ini pun selalu dipertunjukkan bahkan dipertandingkan pada saat Upacara
Adat Salamatan Leut (Pesta Laut) sebagai pelengkap hiburan masyarakat.
Upacara Adat Babalian Tandik
Selain Upacara Adat Macceratasi, Kabupaten Kota Baru juga mempunyai upacara adat lainnya, seperti Upacara Adat Babalian Tandik, yakni kegiatan ritual yang dilakukan oleh Suku Dayak selama seminggu. Puncak acara dilakukan di depan mulut Goa dengan sesembahan pemotongan hewan qurban. Upacara ini diakhiri dengan Upacara Badudus atau penyiraman Air Dudus. Biasanya yang didudus (disiram) seluruh pengunjung yang hadir sehingga mereka basah semua.
Selain Upacara Adat Macceratasi, Kabupaten Kota Baru juga mempunyai upacara adat lainnya, seperti Upacara Adat Babalian Tandik, yakni kegiatan ritual yang dilakukan oleh Suku Dayak selama seminggu. Puncak acara dilakukan di depan mulut Goa dengan sesembahan pemotongan hewan qurban. Upacara ini diakhiri dengan Upacara Badudus atau penyiraman Air Dudus. Biasanya yang didudus (disiram) seluruh pengunjung yang hadir sehingga mereka basah semua.
Upacara Adat Mallasuang Manu,
yakni upacara melepas sepasang ayam untuk diperebutkan kepada
masyarakat sebagai rasa syukur atas melimpahnya hasil laut di Kecamatan
Pulau Laut Selatan. Upacara ini dilakukan Suku Mandar yang mendominasi
kecamatan tersebut, setahun sekali tepatnya pada bulan Maret. Upacara
ini berlangsung hampir seminggu dengan beberapa kegiatan hiburan rakyat
sehingga berlangsung meriah.
Upacara Adat Macceratasi, biasanya
diadakan menjelang perayaan tahun baru di Pantai Gedambaan, Kabupaten
Kota Baru. Mudah menjangkau kabupaten berjuluk Bumi Saijaan ini. Dari
Jakarta naik kapal terbang ke Bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin.
Keesokan paginya melanjutkan perjalanan udara dengan pesawat Trigana Air
ke Bandara Stagen, Kota Baru. Bisa juga naik Kapal Cepat Kirana
Jawa-Sulawesi-Kalimantan. Selanjutnya mencarter mobil travel ke lokasi
upacara. [Sumber: liburan.info]
Upacara Adat Mallasung Manu
Ritual khas kaum muda mudi suku Mandar yang berdomisili di Kecamatan Laut Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mallassung Manu adalah sebutan bagi ritual adat melepas beberapa pasang ayam jantan dan betina sebagai bentuk permohonan meminta jodoh kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ritual khas kaum muda mudi suku Mandar yang berdomisili di Kecamatan Laut Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mallassung Manu adalah sebutan bagi ritual adat melepas beberapa pasang ayam jantan dan betina sebagai bentuk permohonan meminta jodoh kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pesta
adat yang juga telah menjadi event wisata ini dilakukan secara turun
temurun di Pulau Cinta, sebuah pulau kecil yang konon berbentuk hati dan
berjarak sekitar dua mil dari Pulau Laut, pulau terbesar di perairan
tenggara Kalimantan yang menjadi Ibu Kota Kabupaten Kotabaru. Pulau
Cinta memiliki luas sekitar 500 m2 dan hanya terdiri dari batu-batu
besar dan sejumlah pohon di dalamnya.
Dalam pesta adat yang unik ini, para
peserta berangkat secara bersama-sama dari Pulau Laut (Kotabaru) menuju
Pulau Cinta dengan menggunakan perahu. Sesampainya di Pulau Cinta, pesta
adat melepas sepasang ayam jantan dan betina dilaksanakan dengan
disaksikan oleh ribuan penonton
Keinginan agar mudah mencari jodoh dapat
melahirkan ekspresi budaya yang khas. Kekhasan itulah yang dapat
disaksikan dalam Pesta Adat Malassuang Manu. Ritual utama dalam upacara
ini, yaitu melepas ayam jantan dan betina, dilaksanakan di atas sebuah
batu besar yang bagian tengahnya terbelah sepanjang kira-kira 10 meter.
Dari atas batu itu, sepasang ayam tersebut dilemparkan sebagai tanda
permohonan kepada Tuhan supaya dimudahkan dalam mencari jodoh.
Usai melepas sepasang ayam tersebut, para
muda-mudi ini kemudian mengikatkan pita atau tali rafia (yang di
dalamnya telah diisi batu atau sapu tangan yang indah) di atas dahan
atau ranting pepohonan yang terdapat di Pulau Cinta. Hal ini sebagai
perlambang, apabila kelak memperoleh jodoh tidak akan terputus ikatan
tali perjodohannya sampai maut menjemput.
Kelak, pita atau tali rafia tersebut akan
diambil kembali bila permohonan untuk bertemu jodoh telah terkabul.
Pasangan yang telah berjodoh ini akan kembali ke Pulau Cinta untuk
mengambil pita atau tali rafia tersebut dengan menggunakan perahu klotok
yang dihias dengan kertas warna-warni. Makanan khas yang selalu menjadi
hidangan dalam ritual kedua ini adalah sanggar (semacam pisang goreng
yang terbuat dari pisang kepok yang dibalut dengan tepung beras dan
gandum dengan campuran gula dan garam), serta minuman berupa teh panas.
Pasangan ini akan diiringi oleh sanak
saudara untuk mengadakan selamatan. Usai memanjatkan doa, mereka
kemudian melepaskan pita atau tali rafia yang dulu diikatkan di dahan
atau ranting pohon untuk disimpan sebagai bukti bahwa keinginannya telah
terkabul. Selain itu, ritual kedua ini juga merupakan permohonan supaya
dalam kehidupan selanjutnya selalu dibimbing menjadi keluarga yang
sejahtera.
Pesta adat yang pelaksanaannya didukung
oleh pemerintah daerah setempat ini juga dimeriahkan oleh tari-tarian
adat dan berbagai macam perlombaan, seperti voli, sepakbola, dan
lain-lain. Berbagai event lomba tersebut biasanya akan memperebutkan
trophy Bupati Kotabaru atau Gubernur Kalimantan Selatan.
Biasanya Pesta Mallasung Manu diselenggarakan pada bulan Maret—April
Pesta adat Mallassuang Manu
diselenggarakan di Teluk Aru dan Pulau Cinta, Kecamatan Laut Selatan,
Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Indonesia.Biasanya Pesta Mallasung Manu diselenggarakan pada bulan Maret—April
Ibu Kota Kabupaten Kotabaru terletak di ujung utara Pulau Laut. Dari Ibu Kota Kalimantan Selatan, Banjarmasin, Kotabaru terletak sekitar 350 kilometer dengan kondisi jalan yang kurang mulus. Wisatawan yang menggunakan bus, bus mini, atau mobil carteran akan menghabiskan waktu sekitar 9—10 jam untuk sampai di pelabuhan penyeberangan. Perjalanan darat ini akan dilanjutkan dengan menyeberangi laut menggunakan kapal ferry menuju Pelabuhan Tanjung Serdang, Kotabaru. Dari Pelabuhan ini, perjalanan darat menuju Kotabaru masih memerlukan waktu sekitar 1 jam dengan jarak sekitar 40 kilometer.
Selain perjalanan darat, jika memilih transportasi laut, wisatawan dapat pula memanfaatkan penyeberangan dari Pelabuhan Batulicin (Kabupaten Tanah Bumbu) menuju Pelabuhan Tanjung Serdang (Kotabaru).
Pesawat udara, transit terlebih di Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin (Kalimantan Selatan) atau Bandara Sepinggan Balikpapan (Kalimantan Timur) sebelum menuju Bandara Stagen Kotabaru.
No comments:
Post a Comment