Ritual Nyobeng; Memandikan Tengkorak Manusia Hasil Mengayau
Nyobeng
dari berbagai referensi merupan sebuah ritual memandikan atau
membersihkan tengkorak manusia hasil mengayau oleh nenek moyang. Ini
dilakukan oleh suku Dayak Bidayuh, salah satu sub-suku Dayak di Kampung
Sebujit, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Bengkayang
MENGAYAU adalah memenggal kepala manusia, dan tengkoraknya diawetkan. Sekarang, tradisi mengayau sudah tak dilakukan lagi. Upacara ini cukup mengharukan, dan berlangsung selama tiga hari. Mulai tanggal 15 hingga 17 Juni.
MENGAYAU adalah memenggal kepala manusia, dan tengkoraknya diawetkan. Sekarang, tradisi mengayau sudah tak dilakukan lagi. Upacara ini cukup mengharukan, dan berlangsung selama tiga hari. Mulai tanggal 15 hingga 17 Juni.
Kegiatan
utamanya yakni, memandikan tengkorak yang tersimpan dalam rumah adat.
Sesuai aturan yang dipercaya secara turun temurun. Dimulai menyambut
tamu di batas desa. Awalnya, ini dilakukan untuk menyambut anggota
kelompok yang datang dari mengayau. Penyambut, mengenakan selempang kain
merah dengan hiasan manik-manik dari gigi binatang. Dilengkapi dengan
sumpit dan senapan lantak yang dibunyikan, ketika para tamu undangan
hendak memasuki batas desa. Sumpit juga diacungkan bersamaan.
Letupan
dari senapan lantak tersebut, juga berguna memanggil ruh leluhur
sekaligus minta izin bagi pelaksanaan ritual Nyobeng. Lalu, tetua adat
melempar anjing ke udara. Dengan mandau, pihak ketua tamu rombongan
harus menebasnya. Jika masih hidup, harus dipotong dengan mandau begitu
jatuh ke tanah. Prosesi yang sama juga berlaku untuk ayam. Tetua adat
melempar telur ayam kepada rombongan tamu. Jika telur tak pecah, maka tamu yang datang dianggap tidak tulus. Sebaliknya, jika pecah, berarti tamu datang dengan ikhlas.
Beras
putih dan kuning dilempar sambil membaca mantra. Para gadis lalu
menyuguhkan tuak dari pohon niru yang dicampur kulit pohon pakak yang
telah dikeringkan. Usai minum, rombongan tamu diantar menuju Rumah
Balug, di tengah perkampungan.
Rumah
Balug merupakan rumah adat yang berupa rumah panggung dan berbentuk
bulat. Untuk memasuki rumah ini, dibuatkan undakan yang terbuat dari
bilah pohon. Lebarnya sekira 10 meter dengan tinggi 15 meter dari tanah.
Saat
masuk tempat upacara, rombongan diberi percikan air yang telah diberi
mantra dengan daun anjuang, yang berfungsi sebagai tolak bala.
Tujuannya, agar para tamu terhindar bencana. Ketika memasuki area
upacara, para tamu harus menginjak buah kundur yang diletakkan dalam
baskom yang lebih dikenal dengan ritual pepasan.
Bersama
warga, para tamu kemudian menari tari Mamiamis sambil mengitari rumah
adat. Mamiamis, adalah tarian untuk menyambut dan menghormati para
pembela tanah leluhur yang baru datang dari mengayau. Sambil diiringi
Tetua adat dengan menyanyikan lagu dan membaca mantra-mantra.
Tetua
adat naik Rumah Balug. Simlog pun dipukul dan mercon dibunyikan.
Tujuannya untuk memanggil arwah leluhur dan juga sebagai tanda
dimulainya Upacara Nyobeng. Dilanjutkan dengan makan bersama di Rumah
Balug. Lauknya, nasi dengan ikan babi. Toleransi juga tinggi. Bagi
muslim, disediakan makanan khusus bukan babi. Habis makan, tamu boleh
meninggalkan area rumah adat.
Pilihannya
bisa istirahat di rumah penduduk. Saat istirahat, sebagian laki-laki di
daerah tersebut menyusuri hutan untuk mencari bambu hutan. Diameternya
sekitar sepuluhan centimeter.
Saat
bersamaan, setiap rumah membuat sesajian yang dioles dengan darah dari
sayap ayam. Darah ayam ini juga dipercikkan ke bagian-bagian rumah dan
pekarangan yang dianggap sakral.
Setelah
itu para keluarga dan para tamu kembali menuju rumah adat. Setelah
dapat bambu hutan yang dicari, para pria itu menggotongnya menuju ke
rumah adat secara beramai-ramai. Dengan memegang mandau bambu dikitari
sambil berbaris.
Mandau
yang dibawa merupakan pusaka keluarga. Hiasan pada gagang mandau dibuat
dari tulang atau kayu. Hiasan itu juga sebagai lambang makna dan
prestasi tertentu dari si pemegang mandau dalam mengayau. Persiapan
matang. Ketua adat memberi isyarat memulai kegiatan. Salah
seorang maju ke depan sambil membuka mandau dari sarung sambil menebas
mandau ke batang bambu.
Dalam
sekali tebas, bambu putus. Keberhasilan ini, merupakan pertanda baik,
menurut kepercayaan masyarakat. Usai sudah acara potong bambu. Ruh pun
dipanggil oleh ketua adat.
Tujuannya
untuk menghadirkan dan memohon ijin yang telah melindungi untuk memulai
Nyobeng. Tetua adat kemudian, menaiki rumah panggung. Tujuh macam
sesajian diletakkan di batas desa nantinya. Kemudian, kotak yang berada
di bubungan rumah adat yang di dalamnya tersimpan tengkorak manusia dan
kalung dari taring babi hutan, diambil oleh tetua adat dan melumuri
tangannya dengan ramuan khusus.
Lalu
dioleskannya pada tengkorak yang ada di dalam kotak. Berikutnya ketua
adat memotong seekor ayam hinga kepalanya putus. Kepala dan tetesan
darah ayam tersebut dioleskan pada tengkorak. Tengkorak dimasukkan lagi
pada kotak dan disimpan. Acara dilanjutkan dengan memotong anjing.
Darah
yang keluar diusapkan pada tiang penyangga rumah adat, rumah-rumahan
kecil, dan patung laki-laki dan perempuan yang berada di samping rumah
adat dan patung. Rumah-rumahan dan patung-patung tersebut dianggap
sebagai asal-usul nenek moyang mereka. Pemotongan anjing dimaksudkan
untuk menolak ruh jahat. Sebagian daging anjing yang baru dipotong kemudian dibawa ke atas rumah adat.
No comments:
Post a Comment