Kalimantan Tengah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kalimantan Tengah | |||
---|---|---|---|
— Provinsi — | |||
|
|||
Motto: Isen Mulang (Bahasa Sangen: Pantang Mundur) |
|||
Peta lokasi Kalimantan Tengah | |||
Negara | Indonesia | ||
Hari jadi | 23 Mei 1957 (hari jadi) | ||
Ibu kota | Palangka Raya | ||
Koordinat | 3º 50' LS - 1º 10' LU 110º 20' - 116º 0' BT |
||
Pemerintahan | |||
- Gubernur | Agustin Teras Narang, SH | ||
- DAU | Rp. 795.816.335.000,- (2011)[1] | ||
Luas | |||
- Total | 157.983 km2 | ||
Populasi (2010) | |||
- Total | 2.202.599 | ||
- Kepadatan | 13,9/km² | ||
Demografi | |||
- Suku bangsa | Banjar (24,20%), Jawa (18,06%), Ngaju (18,02%), Dayak Sampit (9,57%), Bakumpai (7,51%), Madura (3,46%), Katingan (3,34%), Maanyan (2,80%) [2] |
||
- Agama | Islam (69,67%), Protestan (16,41%), Hindu (10,69), Katolik (3,11%), Buddha (0,12%) | ||
- Bahasa | Bahasa Dayak, Bahasa Indonesia | ||
Zona waktu | WIB | ||
Kabupaten | 13 | ||
Kota | 1 | ||
Kecamatan | 88 | ||
Desa/kelurahan | 1.136 | ||
Lagu daerah | Kalayar, Naluya, Palu Cempang Pupoi, Tumpi Wayu, Saluang Kitik-Kitik, Manasai | ||
Situs web | www.kalteng.go.id |
Provinsi ini mempunyai 13 kabupaten dan 1 kotamadya.
Sejarah
Pada abad ke-14 Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit memerintah di Kerajaan Negara Dipa (Amuntai) dengan wilayah mandalanya dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting dengan daerah-daerah yang disebut Sakai, yaitu daerah sungai Barito, Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Amandit, Labuan Amas, Biaju Kecil (Kapuas-Murung), Biaju Besar (Kahayan), Sebangau, Mendawai, Katingan, Sampit dan Pembuang yang kepala daerah-daerah tersebut disebut Mantri Sakai, sedangkan wilayah Kotawaringin pada masa itu merupakan kerajaan tersendiri.[3]Pada abad ke-16 Kalimantan Tengah masih termasuk dalam wilayah Kesultanan Banjar, penerus Negara Dipa yang telah memindahkan ibukota ke hilir sungai Barito tepatnya di Banjarmasin, dengan wilayah mandalanya yang semakin meluas meliputi daerah-daerah dari Tanjung Sambar sampai Tanjung Aru. Pada abad ke-16, berkuasalah Raja Maruhum Panambahan yang beristrikan Nyai Siti Biang Lawai, seorang puteri Dayak anak Patih Rumbih dari Biaju. Tentara Biaju kerapkali dilibatkan dalam revolusi di istana Banjar, bahkan dengan aksi pemotongan kepala (ngayau) misalnya saudara muda Nyai Biang Lawai bernama Panglima Sorang yang diberi gelar Nanang Sarang membantu Raja Maruhum menumpas pemberontakan anak-anak Kiai Di Podok. Orang Biaju (sebutan Dayak pada jaman dulu) juga membantu Pangeran Dipati Anom (ke-2) untuk merebut tahta dari Sultan Ri'ayatullah. Raja Maruhum menugaskan Dipati Ngganding untuk memerintah di negeri Kotawaringin. Dipati Ngganding digantikan oleh menantunya, yaitu Pangeran Dipati Anta-Kasuma putra Raja Maruhum sebagai raja Kotawaringin yang pertama dengan gelar Ratu Kota Waringin. Pangeran Dipati Anta-Kasuma adalah suami dari Andin Juluk binti Dipati Ngganding dan Nyai Tapu binti Mantri Kahayan. Di Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma menikahi wanita setempat dan memperoleh anak, yaitu Pangeran Amas dan Putri Lanting.[3] Pangeran Amas yang bergelar Ratu Amas inilah yang menjadi raja Kotawaringin, penggantinya berlanjut hingga Raja Kotawaringin sekarang, yaitu Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah. Kontrak pertama Kotawaringin dengan VOC-Belanda terjadi pada tahun 1637.[4]Menurut laporan Radermacher, pada tahun 1780 telah terdapat pemerintahan pribumi seperti Kyai Ingebai Suradi Raya kepala daerah Mendawai, Kyai Ingebai Sudi Ratu kepala daerah Sampit, Raden Jaya kepala daerah Pembuang dan kerajaan Kotawaringin dengan rajanya yang bergelar Ratu Kota Ringin[5]
Berdasarkan traktat 13 Agustus 1787, Sunan Nata Alam dari Banjarmasin menyerahkan daerah-daerah di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada VOC, sedangkan Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang tersisa sepanjang daerah Kuin Utara, Martapura sampai Tamiang Layang dan Mengkatip menjadi daerah protektorat VOC, Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Tengah beserta daerah-daerah lainnya kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Secara de facto wilayah pedalaman Kalimantan Tengah tunduk kepada Hindia Belanda semenjak Perjanjian Tumbang Anoi pada tahun 1894. Selanjutnya kepala-kepala daerah di Kalimantan Tengah berada di bawah Hindia Belanda.[6]
Berdasarkan Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, daerah-daerah di wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling menurut Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8.[7] Daerah-daerah di Kalteng tergolang sebagai negara dependen dan distrik dalam Kesultanan Banjar.[8]
Sebelum abad XIV, daerah Kalimantan Tengah termasuk daerah yang masih murni, belum ada pendatang dari daerah lain. Saat itu satu-satunya alat transportasi adalah perahu. Tahun 1350 Kerajaan Hindu mulai memasuki daerah Kotawaringin. Tahun 1365, Kerajaan Hindu dapat dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Beberapa kepala suku diangkat menjadi Menteri Kerajaan. Tahun 1520, pada waktu pantai di Kalimantan bagian selatan dikuasai oleh Kesultanan Demak, agama Islam mulai berkembang di Kotawaringin. Tahun 1615 Kesultanan Banjar mendirikan Kerajaan Kotawaringin, yang meliputi daerah pantai Kalimantan Tengah. Daerah-daerah tersebut ialah : Sampit, Mendawai, dan Pembuang. Sedangkan daerah-daerah lain tetap bebas, dipimpin langsung oleh para kepala suku, bahkan banyak dari antara mereka yang menarik diri masuk ke pedalaman. Di daerah Pematang Sawang Pulau Kupang, dekat Kapuas, Kota Bataguh pernah terjadi perang besar. Perempuan Dayak bernama Nyai Undang memegang peranan dalam peperangan itu. Nyai Undang didampingi oleh para satria gagah perkasa, diantaranya Tambun, Bungai, Andin Sindai, dan Tawala Rawa Raca. Di kemudian hari nama pahlawan gagah perkasa Tambun Bungai, menjadi nama Kodam XI Tambun Bungai, Kalimantan Tengah. Tahun 1787, dengan adanya perjanjian antara Sultan Banjar dengan VOC, berakibat daerah Kalimantan Tengah, bahkan nyaris seluruh daerah, dikuasai VOC. Sekitar tahun 1835 misionaris Kristen mulai beraktifitas secara leluasa di selatan Kalimantan. Pada 26 Juni 1835, Barnstein, penginjil pertama Kalimantan tiba dan mulai menyebarkan agama Kristen di Banjarmasin. Pemerintah lokal Hindia Belanda malahan merintangi upaya-upaya misionaris[9] Pada tanggal 1 Mei 1859 pemerintah Hindia Belanda membuka pelabuhan di Sampit.[10] Tahun 1917, Pemerintah Penjajah mulai mengangkat masyarakat setempat untuk dijadikan petugas-petugas pemerintahannya, dengan pengawasan langsung oleh para penjajah sendiri. Sejak abad XIX, penjajah mulai mengadakan ekspedisi masuk pedalaman Kalimantan dengan maksud untuk memperkuat kedudukan mereka. Namun penduduk pribumi, tidak begitu saja mudah dipengaruhi dan dikuasai. Perlawanan kepada para penjajah mereka lakukan hingga abad XX. Perlawanan secara frontal, berakhir tahun 1905, setelah Sultan Mohamad Seman gugur sebagai kusuma bangsa di Sungai Menawing dan dimakamkan di Puruk Cahu. Tahun 1835, Agama Kristen Protestan mulai masuk ke pedalaman. Hingga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, para penjajah tidak mampu menguasai Kalimantan secara menyeluruh. Penduduk asli tetap bertahan dan mengadakan perlawanan. Pada Agustus 1935 terjadi pertempuran antara suku Dayak Punan yaitu Oot Marikit dengan kaum penjajah. Pertempuran diakhiri dengan perdamaian di Sampit antara Oot Marikit dengan menantunya Pangenan atau Panganon dengan Pemerintah Belanda. Menurut Hermogenes Ugang , pada abad ke 17, seorang misionaris Roma Katholik bernama Antonio Ventimiglia pernah datang ke Banjarmasin. Dengan perjuangan gigih dan ketekunannya hilir-mudik mengarungi sungai besar di Kalimantan dengan perahu yang telah dilengkapi altar untuk mengurbankan Misa, ia berhasil membaptiskan tiga ribu orang Ngaju menjadi Katholik. Pekerjaan beliau dipusatkan di daerah hulu Kapuas (Manusup) dan pengaruh pekerjaan beliau terasa sampai ke daerah Bukit. Namun, atas perintah Sultan Banjarmasin, Pastor Antonius Ventimiglia kemudian dibunuh. Alasan pembunuhan adalah karena Pastor Ventimiglia sangat mengasihi orang Ngaju, sementara saat itu orang-orang Ngaju mempunyai hubungan yang kurang baik dengan Sultan Surya Alam/Tahliluulah, karena orang Biaju (Ngaju) pendukung Gusti Ranuwijaya penguasa Tanah Dusun-saingannya Sultan Surya Alam/Tahlilullah dalam perdagangan lada.[11] Dengan terbunuhnya Pastor Ventimiglia maka beribu-ribu umat Katholik orang Ngaju yang telah dibapbtiskannya, kembali kepada iman asli milik leluhur mereka. Yang tertinggal hanyalah tanda-tanda salib yang pernah dikenalkan oleh Pastor Ventimiglia kepada mereka. Namun tanda salib tersebut telah kehilangan arti yang sebenarnya. Tanda salib hanya menjadi benda fetis (jimat) yang berkhasiat magis sebagai penolak bala yang hingga saat ini terkenal dengan sebutan lapak lampinak dalam bahasa Dayak atau cacak burung dalam bahasa Banjar.
Di masa penjajahan, suku Dayak di daerah Kalimantan Tengah, sekalipun telah bersosialisasi dengan pendatang, namun tetap berada dalam lingkungannya sendiri. Tahun 1919, generasi muda Dayak yang telah mengenyam pendidikan formal, mengusahakan kemajuan bagi masyarakat sukunya dengan mendirikan Serikat Dayak dan Koperasi Dayak, yang dipelopori oleh Hausman Babu, M. Lampe , Philips Sinar, Haji Abdulgani, Sian, Lui Kamis, Tamanggung Tundan, dan masih banyak lainnya. Serikat Dayak dan Koperasi Dayak, bergerak aktif hingga tahun 1926. Sejak saat itu, Suku Dayak menjadi lebih mengenal keadaan zaman dan mulai bergerak. Tahun 1928, kedua organisasi tersebut dilebur menjadi Pakat Dayak, yang bergerak dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan tersebut ialah Hausman Babu, Anton Samat, Loei Kamis. Kemudian dilanjutkan oleh Mahir Mahar, C. Luran, H. Nyangkal, Oto Ibrahim, Philips Sinar, E.S. Handuran, Amir Hasan, Christian Nyunting, Tjilik Riwut, dan masih banyak lainnya. Pakat Dayak meneruskan perjuangan, hingga bubarnya pemerintahan Belanda di Indonesia. Tahun 1945, Persatuan Dayak yang berpusat di Pontianak, kemudian mempunyai cabang di seluruh Kalimantan, dipelopori oleh J. Uvang Uray , F.J. Palaunsuka, A. Djaelani, T. Brahim, F.D. Leiden. Pada tahun 1959, Persatuan Dayak bubar, kemudian bergabung dengan PNI dan Partindo. Akhirnya Partindo Kalimantan Barat meleburkan diri menjadi IPKI. Di daerah Kalimantan Timur berdiri Persukai atau Persatuan Suku Kalimantan Indonesia dibawah pimpinan Kamuk Tupak, W. Bungai, Muchtar, R. Magat, dan masih banyak lainnya.
Tahun 1942, Kalimantan Tengah disebut Afdeeling Kapoeas-Barito yang terbagi 6 divisi.[12]
Kondisi dan Sumber Daya Alam
Kondisi Alam
Bagian Utara terdiri Pegunungan Muller Swachner dan perbukitan, bagian Selatan dataran rendah, rawa dan paya-paya. Berbatasan dengan tiga Provinsi Indonesia, yaitu Kalimantan Timur, Selatan dan Barat serta Laut Jawa. Wilayah ini beriklim tropis lembap yang dilintasi oleh garis equator.Keanekaragaman Hayati
Banyak yang belum diketahui, dengan ragam wilayah pantai, gunung/bukit, dataran rendah dan paya, segala macam vegetasi tropis mendominasi alam daerah ini. Orangutan merupakan hewan endemik yang masih banyak di Kalimantan Tengah, khususnya di wilayah Taman Nasional Tanjung Puting yang memiliki areal mencapai 300.000 ha di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan. Terdapat beruang, landak, owa-owa, beruk, kera, bekantan, trenggiling, buaya, kukang, paus air tawar (tampahas), arwana, manjuhan, biota laut, penyu, bulus, burung rangkong, betet/beo dan hewan lain yang bervariasi tinggi.Sumber Daya Alam
Hutan mendominasi wilayah 80%. Hutan primer tersisa sekitar 25% dari luas wilayah. Lahan yang luas saat ini mulai didominasi kebun Kelapa Sawit yang mencapai 700.000 ha (2007). Perkebunan karet dan rotan rakyat masih tersebar hampir diseluruh daerah, terutama di Kabupaten Kapuas, Katingan, Pulang Pisau, Gunung Mas dan Kotawaringin Timur.Banyak ragam potensi sumber alam, antara lain yang sudah diusahakan berupa tambang batubara, emas, zirkon, besi. Terdapat pula tembaga, kaolin, batu permata dan lain-lain.
Sosial Kemasyarakatan
Suku Bangsa
Suku Dayak yang terdapat di Kalimantan Tengah terdiri atas Dayak Hulu dan Dayak Hilir. Dayak Hulu terdiri atas : Dayak Ot Danum, Dayak Siang, Dayak Murung, Dayak Taboyan, Dayak Lawangan, Dayak Dusun dan Dayak Maanyan. Sedangkan Dayak Hilir terdiri atas: Dayak Ngaju, Dayak Bakumpai, Dayak Katingan, dan Dayak Sampit. Suku Dayak yang dominan di Kalimantan Tengah adalah suku Dayak Ngaju, suku lainnya yang tinggal di pesisir adalah Banjar Melayu Pantai merupakan 24,20% populasi. Disamping itu ada pula suku Jawa, Madura, Bugis dan lain-lain. Gabungan suku Dayak (Ngaju, Sampit, Maanyan, Bakumpai) mencapai 37,90%.[13]Suku Bangsa | Central Borneo 1930 (termasuk sebagian Kalbar)[14][15] | Kalteng 2000[13] | 2010 |
---|---|---|---|
Total | 393,282 | - | - |
Dayak | 63,49% | - | - |
Dayak Ngaju | (Dayak) | 18,02% | - |
Dayak Sampit | (Dayak) | 9,57% | - |
Dayak Bakumpai | (Dayak) | 7,51% | - |
Dayak Katingan | (Dayak) | 3,34% | - |
Dayak Maanyan | (Dayak) | 2,80% | - |
Melayu | 26,64% | (Melayu Banjar) | - |
Melayu Banjar | 5,95% | 24,20% | - |
Jawa | 2,51% | 18,06% | - |
Bugis | 1,09% | - | - |
Madura | - | 3,46% | - |
Suku lainnya | 0,32% | ...% | - |
Bahasa
Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Tengah, bahasa daerah (lokal) terdapat pada 11 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang meliputi 9 bahasa dominan dan 13 bahasa minoritas, yaitu:- Bahasa dominan :
- Bahasa Melayu
- Bahasa Banjar
- Bahasa Ngaju
- Bahasa Manyan
- Bahasa Ot Danum
- Bahasa Katingan
- Bahasa Bakumpai
- Bahasa Tamuan
- Bahasa Sampit[16]
- Bahasa kelompok minoritas :
- Bahasa Mentaya
- Bahasa Pembuang
- Bahasa Dusun Kalahien
- Bahasa Balai
- Bahasa Bulik
- Bahasa Mendawai
- Bahasa Dusun Bayan
- Bahasa Dusun Tawoyan
- Bahasa Dusun Lawangan
- Bahasa Dayak Barean
- Bahasa Dayak Bara Injey
- Bahasa Kadoreh
- Bahasa Waringin
- Bahasa Kuhin (bahasa daerah pedalaman Seruyan Hulu)
Agama
Seperti daerah lain di Indonesia, di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat berbagai jenis agama dan kepercayaan yang menyebar diseluruh daerah ini, antara lain :Kaharingan adalah kepercayaan penduduk asli Kalimantan Tengah yang hanya terdapat di daerah Kalimantan sehingga untuk dapat diakui sebagai agama maka digabungkan dalam agama Hindu. Penganut Agama Hindu Kaharingan tersebar di daerah Kalimantan Tengah dan banyak terdapat di bagian hulu sungai, antara lain hulu sungai Kahayan, sungai Katingan dan hulu sungai lainnya.[17]
Pendidikan
Geliat dunia pendidikan di Kalimantan Tengah sekarang sedang berkembang dengan pesat. Hal tersebut ditandai dengan bermunculannya berbagai lembaga pendidikan serta keberadaan beberapa Universitas dan Sekolah Tinggi di Kalimantan Tengah.Universitas Negeri Palangka Raya dan Untama merupakan Universitas-universitas Negeri yang ada di Kalimantan Tengah, selain itu terdapat Universitas Muhammadiyah serta beberapa sekolah tinggi lainnya yang ikut memberikan sumbangan dalam meningkatkan mutu pendidikan di Kalimantan Tengah, seperti Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai serta Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Palangka Raya. Tak lupa pula berbagai Universitas maupun Sekolah Tinggi rintisan yang terdapat di Kabupaten yang ada di Kalimantan Tengah.
Pemerintahan
Kabupaten dan Kota
Provinsi Kalimantan Tengah dibagi menjadi beberapa Daerah Tingkat II, yaitu:No. | Kabupaten/Kota | Ibu kota |
---|---|---|
1 | Kabupaten Barito Selatan | Buntok |
2 | Kabupaten Barito Timur | Tamiang |
3 | Kabupaten Barito Utara | Muara Teweh |
4 | Kabupaten Gunung Mas | Kuala Kurun |
5 | Kabupaten Kapuas | Kuala Kapuas |
6 | Kabupaten Katingan | Kasongan |
7 | Kabupaten Kotawaringin Barat | Pangkalan Bun |
8 | Kabupaten Kotawaringin Timur | Sampit |
9 | Kabupaten Lamandau | Nanga Bulik |
10 | Kabupaten Murung Raya | Purukcahu |
11 | Kabupaten Pulang Pisau | Pulang Pisau |
12 | Kabupaten Sukamara | Sukamara |
13 | Kabupaten Seruyan | Kuala Pembuang |
14 | Kota Palangka Raya | - |
Daftar gubernur
No. | Foto | Nama | Dari | Sampai | Keterangan |
1. | R.T.A. Milono | 1 Januari 1957 | 30 Juni 1958 | Gubernur Pembentuk Propinsi Kalteng | |
2. | Tjilik Riwut | 30 Juni 1958 | Februari 1967 | Gubernur Kalteng Pertama - Babat Alas | |
3. | Reinout Sylvanus | Februari 1967 | 3 Oktober 1978 | ||
4. | Willy Annania Gara | 3 Oktober 1978 | 7 Oktober 1983 | ||
5. | Eddy Sabara | 7 Oktober 1983 | 23 Januari 1984 | ||
6. | Gatot Amrih | 23 Oktober 1984 | 21 Januari 1989 | ||
7. | Suparmanto | 23 Januari 1989 | 22 Januari 1993 | ||
9. | Rappiudin Hamarung | Juli 1999 | 8 Maret 2000 | ||
10. | Asmawi Agani | 8 Maret 2000 | 23 Maret 2005 | ||
11. | Sodjuangan Situmorang | 23 Maret 2005 | 4 Agustus 2005 | Penjabat Gubernur | |
12. | Agustin Teras Narang | 4 Agustus 2005 | 3 Agustus 2010 | periode pertama | |
4 Agustus 2010 | sekarang | periode kedua |
Unsur Musyawarah Pimpinan Daerah
- Gubernur : Agustin Teras Narang, S.H.
- Wakil Gubernur : Ir. H. Achmad Diran
- Sekretaris Daerah : DR. Siun Jarias, S.H, M.H.
- Ketua DPRD : R. Atu Narang
- Kapolda : Brigjend. Pol. Drs. H. Damianus Jackie
- Bandar : BOLOT
Perekonomian
Tenaga Kerja
Penduduk Usia 15 Tahun Lebih Menurut Kegiatan[18]Kegiatan Utama | Februari 2006 | Agustus 2006 | Februari 2007 | Februari 2008 |
---|---|---|---|---|
Penduduk Usia 15 Tahun Lebih | 1.387.244 | 1.398.307 | 1.411.568 | 1.438.271 |
Angkatan Kerja | 991.764 | 944.266 | 1.100.430 | 1.077.831 |
Bekerja | 991.764 | 944.266 | 1.045.186 | 1.026.211 |
Potensi Perikanan
Potensi perikanan di Kalimantan Tengah sangat besar, khususnya perikanan air tawar. Hal itu dikarenakan luasnya wilayah perairan tawar seperti sungai, danau dan rawa di Kalimantan Tengah.Pertambangan
Sebagian besar penduduk di wilayah Katingan, Khususnya Kecamatan Katingan Tengah bermata pencaharian sebagai petani dan penambang. Hasil tambang utama yang diperoleh adalah emas dan puya (pasir zirkon) yang berwarna merah. Masyarakat dalam melakukan penambangan masih bersifat tradisional sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal.Transportasi
Bandar udara Tjilik Riwut Palangka Raya telah bisa melayani penerbangan dari dan ke Surabaya dan Jakarta direct, menggunakan pesawat jet berbadan lebar jenis Boeing 737-200, 737-300 dan 737-400. Penerbangan ini dilayani oleh 4 maskapai, yaitu: Sriwijaya Air, Garuda Indonesia, Lion Air dan Batavia Air. Bandar udara kesayangan masyarakat Palangka Raya ini memiliki pcn 29 fczu, bisa dilintasi dengan mobil maupun taksi.Jarak Palangka Raya (0 km Jalan Nasional) dengan ibukota kabupaten[19]
ibukota kabupaten | Darat (km) | Keterangan |
Batas Kalteng-Kalsel | - | (Anjir Serapat) |
KLK | 142 km | |
TML | 418 km | |
BNT | 511 km | |
MTW | 605 km | - |
PRC | 702 km | - |
KKN | 180 km | - |
KSN | 88 km | - |
SPT | 227 km | - |
KLP | 702 km | - |
PBU | 449 km | - |
SKR | 686 km | - |
Batas Kalteng-Kalbar | - | (Kudangan) |
Seni dan Budaya
Seni Musik
Seni musik yang dikenal di daerah ini antara lain:Chordophone
- Kacapi
- Rebab
- Berbagai jenis Gong
- Kangkanung
- Berbagai jenis Kendang (Gandang)
- Katambung
Seni Vokal
Seni vokal yang populer di wilayah ini adalah:- Karungut
- Kandan
- Mansana
- Kalalai Lalai
- Ngendau
- Natum
- Dodoi
- Marung
Tarian
Jenis-jenis tarian yang terdapat di daerah ini antara lain:- Tari Hugo dan Huda
- Tari Putri Malawen
- Tari Tuntung Tulus dari Barito Timur
- Tari Giring-giring
- Manasai
- Tari Balian Bawo
- Tari Balian Dadas
- Manganjan
Seni Kriya
Seni kriya yang berkembang di wilayah ini adalah:- Seni Pahat patung Sapundu
- Seni lukis
- Tatto
- Anyaman
- Seni dari bahan Getah Nyatu
Seni bela diri
1. KuntauUpacara Adat
- Wadian
- Upacara Tiwah (upacara memindahkan tulang belulang keluarga yang telah meninggal)
- Wara (upacara pemindahan tulang belulang keluarga yang telah meninggal)
- Balian (upacara atau prosesi pengobatan)
- Potong Pantan (upacara peresmian atau penyambutan tamu kehormatan)
- Mapalas (upacara membuang sial atau membersihkan diri dari malapetaka)
- Ijambe (upacara pemindahan tulang belulang keluarga yang telah meninggal)
No comments:
Post a Comment